KAJIAN BANJIR BANDANG KABUPATEN GARUT

Yani Sumiana

Sub Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG

 

BANJIR merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia dalam satu abad terakhir. Faktor penyebab utama banjir yang terjadi di Indonesia adalah hujan dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan lahan (landuse) pada zona-zona yang rentan terhadap bencana banjir turut memberikan kontribusi terhadap terjadinya bencana banjir. Hal tersebut menunjukkan rendahnya efektivitas instrumen penataan ruang, seperti yang terjadi di Kabupaten Garut. Ini terbukti dengan kejadian banjir di Kabupaten Garut semakin meningkat seiring dengan alih guna lahan yaitu hutan lindung di kawasan itu telah berubah fungsi menjadi perkebunan warga dan tempat wisata.

Kejadian banjir bandang yang terjadi pada tanggal 20 September 2016 di Kabupaten Garut mampu tidak saja menyita perhatian masyarakat luas, tetapi juga aparat keamanan. Reskrimsus Polda Jawa Barat pun turut turun tangan melakukan investigasi, dengan memanggil 15 pihak yang diduga telah melakukan alih fungsi lahan secara ilegal.  Daerah terdampak adalah Kecamatan Garut Kota, Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul, Kecamatan Banyuresmi, dan Kecamatan Karangpawitan, Dalam hal ini, Kampung Bojong Sudika, Desa Haurpanggung, Kecamatan Tarogong Kidul sebagai daerah terparah terdampak bajir bandang (Gambar 1).

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Peta lokasi daerah terdampak banjir (IAGI, 2016)

 

Kerugian harta benda dan korban jiwa tidak terelakkan. Banjir bandang yang terjadi mengakibatkan terendamnya RSUD dr. Slamet Garut (Gambar 2a), selain itu 8 jembatan dari Kota Garut sampai Limbangan dinyatakan berbahaya karena banjir meluap sampai diatas jembatan (Gambar 2b). Korban jiwa sebanyak 34 orang meninggal dunia, 19 orang dinyatakan hilang, 9 orang mengalami luka-luka dan 6.361 orang mengungsi (BNPB, 2016).

 

 

 

 

 

 
(2a)                                                                                       (2b)

(Sumber : 2a.Trend.co.id, 2b.Harian Online Swara Publik, tanggal 21 September 2016)

Gambar 2. a. Kondisi RSUD dr. Slamet Garut saat terjadi banjir bandang. b. banjir meluap sampai di atas jembatan

 

1.    Kondisi DAS

Kondisi daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk yang rusak juga memiliki andil dalam kejadian banjir bandang Garut tersebut. DAS Cimanuk memang termasuk dalam daftar DAS rusak. Ada beberapa kriteria dalam penentuan DAS rusak yaitu DAS telah mengalami pendangkalan, terdapat pemukiman padat, air sungai sering meluap, terbentuk delta sungai, lingkungan DAS yang gundul, dan muara sungai yang bertambah luas.

Kawasan aliran sungai yang terbentuk dari lembah perbukitan berpotensi terjadinya banjir bandang, seperti halnya DAS Cimanuk yang berhulu di Gunung Papandayan, Gunung Cikuray dan Gunung Mandalagiri di Kabupaten Garut pada ketinggian 1200 di atas permukaan laut (dpl).

Penyebab utama banjir bandang biasanya karena terbentuknya bendungan alami akibat longsornya tanah dari lereng-lereng di sepanjang aliran sungai, yang biasanya terbentuk dari hasil longsoran berupa batu, tanah, dan kayu hasil penebangan liar sepanjang lereng. Kejadian longsor tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan geologi batuan/tanah pembentuk lereng, perpohonan dan kemiringan lereng.

Tinggi air pada saat banjir di dekat DAS Cimanuk adalah melebihi tinggi orang dewasa (Gambar 3). Hal ini dapat terjadi bila adanya kejadian jebolnya bendungan alami yang terbentuk di hulu sungai. Kampung Bojong Sudika, RW 19, Desa Haurpanggung, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut merupakan daerah yang terparah. Warga tidak siap dengan kejadian tersebut karena banjir bandang terjadi pada saat malam hari. Hal ini yang membuat jatuh banyak korban, baik harta dan jiwa.

 

 

 

 

 

 

 
(Sumber: Tribun News, 24 September 2016)

 

Gambar 3. Tinggi genangan air saat banjir di Kecamatan Tarogong, dan Kampung Bojong Sudika, Cimacan, Kabupaten Garut

 

2.    Curah Hujan Intensitas Tinggi

Curah hujan dengan intensitas tinggi dan berlangsung cukup lama sebagai pemicu utama terjadinya banjir bandang tanggal 20 September 2016. Secara klimatologis, curah hujan Kabupaten Garut memang  tinggi yaitu 2.589 mm/tahun dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan (Mulyono, 2014). Data yang tercatat dari hasil pengamatan yang diukur pada tanggal 21 September 2016 pukul 07.00 WIB membuktikan bahwa pada saat itu terjadi curah hujan dengan intensitas tinggi (Tabel 1).

 

Tabel 1. Data curah hujan Kabupaten Garut tanggal 20 September 2016

POS HUJAN
CURAH HUJAN

TERCATAT (mm)
KETERANGAN
1.       Banyuresmi
37
Hujan Sedang
2.       Malangbong
67
Hujan Lebat
3.       Singajaya
91
Hujan Lebat
4.       Dayeuh Manggung
73
Hujan Lebat
5.       Cisaruni Kec. Cikajang
110
Hujan Sangat Lebat
6.       Perkebunan Papandayan
255
Hujan Sangat Lebat
7.       Leles
15
Hujan Ringan
8.       ARG Lalas
37.6
Hujan Sedang
9.       AWS Cisurupan
44.8
Hujan Sedang
10.    Talagasari Kec. Kadung Ora
9
Hujan Ringan
11.    Bayongbong
140
Hujan Sangat Lebat
12.    BP3K Limbangan
17
Hujan Ringan
(Sumber: Stasiun Klimatologi Darmaga – Bogor)

 

Data hasil pencatatan curah hujan memperlihatkan tingginya intensitas curah hujan yang terjadi di beberapa pos hujan, yaitu Perkebunan Papandayan, Bayongbong, Cisaruni Kecamatan Cikajang (Gambar 4). Curah hujan ekstrim dan sangat lebat yang terjadi di Perkebunan Papandayan, Bayongbong, Cisaruni mampu membuat DAS Cimanuk mengalami banjir bandang dengan ketinggian air melebihi tinggi orang dewasa (Gambar 3).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
Gambar 4. Peta sebaran hujan di Kabupaten Garut tanggal 20 September 2016

 

Bila dilihat pada citra satelit Himawari 8 IR Enhanced, pertumbuhan awan konvektif (Cumulonimbus) yang signifikan di wilayah Kabupaten Garut dan sekitarnya terjadi pada pukul 10.00 WIB. Kondisi ini terus tumbuh hingga stage Cumulonimbus mature pada sore hingga malam hari dan secara bertahap meluruh mulai pukul 01.00 WIB (tanggal 21 September 2016)  (Gambar 5).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
(Sumber: Stasiun Klimatologi Darmaga – Bogor)

Gambar 5. Citra Satelit Himawari 8 IR Enhanced tanggal 20 September 2016

 

 

Pada bulan September 2016 kondisi cuaca secara umum wilayah Jawa Barat sedang dalam masa peralihan menuju musim hujan, namun demikian curah hujan di wilayah Kabupaten Garut pada khususnya memang diperkirakan memiliki curah hujan yang bersifat di atas normal.

 

3.    Alih Guna Lahan

Bentang alam kota Garut dikelilingi oleh gunung-gunung tinggi diantaranya G. Cikuray (2.821m) di sebelah selatan, G. Galunggung (2.167 m) di sebelah timur, G. Mandalawangi (1.160 m) di utara dan G. Guntur (2.249 m) di sebelah barat. Kondisi tersebut menyebabkan air bermuara pada suatu titik. Sehingga dapat dikatakan Garut layaknya sebuah mangkok. Terdapat Sungai Cimanuk yang berhulu di Gunung Papandayan, Gunung Cikuray dan Gunung Mandalagiri, mengalir melintasi Kabupaten Garut ke arah timur laut-utara sepanjang 180 km dan bermuara di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
Gambar 6. Peta perubahan pengunaan lahan (LAPAN, 2016)

 

Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Garut didominasi oleh kegiatan pertanian baik pertanian lahan basah maupun kering, kegiatan perkebunan dan kehutanan. Sepuluh  tahun terakhir telah terjadi alih fungsi lahan yang tidak terkontrol dan menambah luas ruang terbuka. Hutan primer dan hutan sekundernya semakin berkurang dan berganti menjadi lahan terbuka, pertanian lahan kering, persawahan dan pemukiman (Gambar 6).

 

 

 

4.    Data Bencana Banjir Garut

Kejadian banjir yang melanda Kabupaten Garut tanggal 20 September 2016 yang lalu, bukanlah banjir yang pertama kali terjadi. Dari data kejadian banjir yang berhasil dikumpulkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejak tahun 2000 hingga 2016, telah terjadi banjir sebanyak 49 kejadian (Gambar 7).

Sejak tahun 2005 kejadian banjir di Kabupaten Garut semakin meningkat, mengikuti laju perubahan penggunaan lahan. Kejadian banjir di Kabupaten Garut meningkat di tahun-tahun terjadinya La-Nina, yaitu tahun 2010-2011 dan tahun 2016-2017, hingga 11 kali kejadian banjir.

 

Gambar 7. Frekuensi kejadian banjir di Garut periode 2000-2016 (BNPB, 2016)

 

Bila melihat bulan kejadian banjir di Kabupaten Garut, bulan April adalah bulan yang paling banyak terjadi banjir. Dimulai dari bulan Januari terjadi peningkatan jumlah kejadian banjir hingga bulan April (Gambar 8). Kandungan air dalam tanah telah mengalami kejenuhan sehingga air mengalami limpasan permukaan (run off). Kondisi ini diperparah dengan alih fungsi lahan dari hutan primer dan hutan sekunder menjadi lahan terbuka.

 

Gambar 8. Frekuensi kejadian banjir Garut per bulan periode 2000-2016 (BNPB, 2016)

 

 

 

5.    Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

·      Faktor utama penyebab banjir bandang adalah hujan dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama.

·      Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan lahan/landuse hingga terjadi konversi lahan yang tidak terkendali dapat memicu terjadinya bencana banjir bandang.

·      Masyarakat yang belum memiliki pengetahuan terkait bahaya banjir bandang dan tanah longsor akan sulit memahami langkah-langkah upaya mitigasi bencana.

 

Saran

·      Penataan ruang dan penggunaan lahan perlu ditinjau ulang dengan memperhatikan aspek geologi dan tata lingkungan yang aman banjir bandang dan tanah longsor.

·      Sosialisasi mitigasi bencana banjir bandang dan tanah longsor, untuk mengenali gejala-awal banjir datang dan tanah longsor.

·      Revitalisasi DAS Cimanuk harus segera dilakukan untuk menghindari bencana banjir bandang supaya tidak terulang lagi.

 

6.    Daftar Pustaka

Forecaster Balai Besar MKG Wilayah II. 2016. Analisa Cuaca Terkait Kejadian Banjir di Wilayah Kabupaten Garut Propinsi Jabar Tanggal 20 September 2016. Jakarta

Forecaster Staklim Bogor. 2016. Analisa Cuaca Terkait Kejadian Banjir di Kab. Garut dan Longsor di Kab. Sumedang Tanggal 20 September 2016. Bogor

LAPAN. 2016. Analisa Banjir Bandang Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh di Kabupaten Garut – Provinsi Jawa Barat Tanggal 20 September 2016. Jakarta

Mulyono, Dedi. 2014. Analisis Karakteristik Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Garut Selatan. Jurnal Konstruksi. Garut: Sekolah Tinggi Teknologi Garut.

IAGI. 2016. Kenapa Garut Banjir Kombinasi Curah Hujan Tinggi Daya Dukung Lingkungan Merosot dan Kondisi Geologi yang Rentan. http://www.iagi.or.id/ /kenapa-garut-banjir-kombinasi-curah-hujan-tinggi-daya-dukung-lingkungan-merosot-dan-kondisi-geologi-yang-rentan.html, Diunduh tanggal 29 September 2016 pukul 14.00 WIB.

http://www.ibnurusydy.com/geo-bencana/debris-flow-banjir-bandang/#ixzz4OGgFfFsI

2 respons untuk ‘KAJIAN BANJIR BANDANG KABUPATEN GARUT

Add yours

    1. Kak Feby, dengan sangat menyesal saya tidak dapat langsung memberikan file yang diinginkan Kak Feby. Mohon maaf…. Sy menyesal sudah lama tidak aktif di blog sy. Kalau ada perlu lagi. boleh kantak langsung ke sy via wa 08111819121. Salam Kenal

      Suka

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑